Hasil survey Citibank Indonesia
dalam Citi Fin-Q (Financial Quotient) 2009 yang melibatkan responden wanita
menunjukkan bahwa separuh wanita Indonesia tidak mempunyai rencana keuangan.
“Sebagian yang telah mempunyai rencanapun belum tentu melaksanakan rencana
keuangannya,” ujar Sonitha Poernomo, Vice President Corporate Affairs Head,
Citibank N.A. dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, 20 April 2010.
Padahal,
kata dia, memperingatin Hari Kartini, semangat pahlawan wanita itu dicerminkan
melalui peran wanita Indonesia dalam bentuk pergerakan hak dan keadilan yang
diekspresikan di kehidupan ekonomi, sosial dan politik, namun untuk
permasalahan keuangan, boleh dibilang para kaum hawa tidak memiliki kompetensi
yang sepadan..
Lantas, mengapa wanita Indonesia belum mandiri secara finansial?
Berikut 5 alasan utama:
1. Terbuai Asmara .Pada umumnya, saat memasuki jenjang pernikahan, wanita mempersilakan pria untuk bertanggung jawab soal keuangan. Banyak wanita yang diajarkan, bahkan bercita-cita untuk bergantung semata pada pasangannya. Kaum pria sering dianggap lebih memiliki kemampuan untuk memperoleh penghasilan dan bertahan dalam kondisi sulit (survive) sementara wanita tidak.
1. Terbuai Asmara .Pada umumnya, saat memasuki jenjang pernikahan, wanita mempersilakan pria untuk bertanggung jawab soal keuangan. Banyak wanita yang diajarkan, bahkan bercita-cita untuk bergantung semata pada pasangannya. Kaum pria sering dianggap lebih memiliki kemampuan untuk memperoleh penghasilan dan bertahan dalam kondisi sulit (survive) sementara wanita tidak.
Dalam beberapa kebiasaan ataupun tradisi yang
dianut di Indonesia, wanita dituntut untuk menurut saja pada suami dengan
imbalan proteksi dari segi keuangan. Ketergantungan ini membuat wanita tidak
siap jika pasangan mereka kehilangan pekerjaan, mengalami kecelakaan, atau
meninggal dunia – sehingga menyebabkan seorang istri harus mengasuh dan
membesarkan anak seorang diri. Untuk itu hidup di zaman sekarang, wanita
semakin dituntut untuk mandiri dan saling mendukung dalam kehidupan
berkeluarga.
2. Terlalu Muda Untuk Menabung .
2. Terlalu Muda Untuk Menabung .
Pada saat
masih berusia muda, umumnya wanita tidak menaruh prioritas untuk menabung demi
masa depan. Wanita lebih mementingkan pengeluaran untuk memperbaiki penampilan
dan memperoleh hal-hal yang tidak dimilikinya saat masa kanak-kanak.
Kecenderungan ini pada akhirnya menjurus pada kebiasaan belanja kompulsif.
Dengan berjalannya waktu, jumlah pengeluaran semakin meningkat dan semakin sulit untuk menciptakan kebiasaan menabung. Hal yang terbaik untuk mengajarkan nilai uang pada generasi muda adalah dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk mulai bekerja selepas usia remaja dan membiasakan mengelola keuangan pribadi.
3. Tergoda Belanja & Terlilit Utang .
Dengan berjalannya waktu, jumlah pengeluaran semakin meningkat dan semakin sulit untuk menciptakan kebiasaan menabung. Hal yang terbaik untuk mengajarkan nilai uang pada generasi muda adalah dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk mulai bekerja selepas usia remaja dan membiasakan mengelola keuangan pribadi.
3. Tergoda Belanja & Terlilit Utang .
Iklan dan promosi untuk kecantikan, fashion dan kebutuhan rumah tangga semakin
meningkatkan selera belanja wanita. Hal ini membuat para wanita merasa bahwa
mereka memiliki kendali terhadap pengeluaran, tetapi sayangnya belanja
kompulsif ini semakin menggali utang lebih dalam.
4. Terintimidasi Sukses
4. Terintimidasi Sukses
Walaupun tingkat
penghasilan wanita cenderung lebih rendah daripada pria, kaum wanita terus
memperjuangkannya di dunia kerja. Namun kesuksesan di dunia kerja dapat membawa
keretakan pada hubungan rumah tangga. Wanita yang memiliki penghasilan lebih
tinggi dari pasangan, tangkas menangani pengeluaran dan mengendalikan uang rumah
tangga sering dianggap agresif dan tidak feminin baik di mata laki-laki maupun
sesama wanita. Untuk menjaga hubungan rumah tangga, terdapat sejumlah wanita
yang merelakan hak finansialnya demi keutuhan keluarga.
5. Terdorong untuk Membantu Orang Lain
5. Terdorong untuk Membantu Orang Lain
Wanita
selalu mengutamakan suami, anak, orangtua, anggota keluarga bahkan orang-orang
yang tidak mampu. Membantu orang lain memberikan rasa bermanfaat dan rasa
senang karena telah berbuat baik pada orang lain. Terkadang wanita melupakan
dirinya sendiri, sehingga pengeluaran untuk orang lain terus berjalan dan hal
ini sangat berbahaya jika ia dan keluarga terlilit utang. Untuk melanjutkan
semangat Kartini guna menciptakan kemandirian wanita Indonesia, maka seyogyanya
wanita memperhatikan pengelolaan keuangan.
Perlu dilakukan skala prioritas
dalam mengatur pengeluaran sehari-hari, sehingga sebisa mungkin mementingkan
fungsi daripada sekedar gengsi. Wanita perlu menanam kebiasaan menabung dan
berinvestasi, menyiapkan dana darurat dan hidup seimbang dengan mementingkan
kebutuhan pribadi dan keluarga.
No comments:
Post a Comment