Hidup yang kita jalani selalu ada
kesempatan, akan tetapi juga penuh dengan risiko yang tidak dapat kita prediksi
dengan pasti sebelumnya. Risiko tersebut dapat berupa beban risiko atas diri
sendiri, keluarga, maupun harta yang kita miliki. Keadaan yang tampak cemerlang
dan baik-baik saja seketika dapat berubah menjadi begitu suram dan sukar. Akan
sangat sia-sia, misalkan jika peristiwa yang terjadi di luar kendali kita,
seperti banjir, kebakaran, huru-hara menghanguskan hasil kerja keras kita dalam
sekejap mata.
Belum lagi perekonomian nasional yang
belum juga stabil sedikit banyak mendatangkan kegalauan terhadap masa depan di
masyarakat. Betapa tidak, inflasi tiap tahun terus terdongkrak. Akibatnya,
biaya hidup semakin mahal, termasuk juga biaya kesehatan. Bila hari ini bisa
menyekolahkan anak, besok belum tentu mampu menghantarkan anak ke jenjang
pendidikan tinggi. Hari ini masih bisa bekerja, besok belum tentu demikian.
Sebab tidak ada kepastian masa depan dunia usaha. Masa depan yang tidak pasti
inilah yang mendorong orang berkeinginan memiliki asuransi.
Dengan asuransi,
biaya pengobatan dan perawatan rumah sakit akan dijamin bila Anda jatuh sakit.
Dengan asuransi pula, Anda akan mendapat jaminan hidup hari tua. Anak Anda pun
akan dijamin biaya pendidikannya hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Sehingga
dengan asuransi, masa depan dijamin lebih aman. Itulah manfaat dari memiliki
asuransi.
Akan tetapi belum semua orang
menganggap bahwa berasuransi merupakan suatu hal yang penting, dengan kata lain
kesadaran masyarakat Indonesia untuk berasuransi masih kurang. Tulisan ini akan
membahas faktor apa saja yang menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat
Indonesia untuk berasuransi, dan upaya yang dapat dilakukan baik oleh
perusahaan asuransi maupun pemerintah sebagai regulator untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi sebagai salah satu sarana
finansial dalam tata kehidupan ekonomi rumah tangga, baik dalam menghadapi
risiko finansial yang timbul sebagai akibat dari risiko yang paling mendasar,
yaitu risiko alamiah datangnya kematian, maupun dalam menghadapi berbagai
risiko atas harta benda yang dimiliki.
PENGERTIAN, PELAKU, DAN PRINSIP
ASURANSI
Asuransi adalah salah satu bentuk
pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan/transfer risiko dari
satu pihak ke pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan asuransi.
Sedangkan menurut UU No. 2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuransian yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Namun demikian untuk mengasuransikan
suatu risiko, ada beberapa karakteristik atau ciri yang harus dipenuhi. Menurut
Dahlan Siamat, dalam Manajemen Lembaga Keuangan (2005), resiko-resiko tersebut
harus memenuhi sifat berikut, yang sering disingkat dengan LURCH, yaitu:
(a) Loss
Berarti bahwa resiko yang dapat
diasuransikan harus berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian (loss).
(b) Unexpected
Tidak dapat diperkirakan kepastian
resiko tersebut benar-benar terjadi, seperti habis atau rusak karena dipakai.
(c) Reasonable
Resiko yang dapat dipertanggungkan
adalah benda yang memiliki nilai, baik dari pihak penanggung maupun pihak yang
tertanggung.
(d) Catastrophic
Supaya resiko dapat digolongkan sebagai
insurable, resiko tersebut haruslah menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang
besar atau sangat besar.
(e) Homogeneous
Berarti sama atau serupa dalam bentuk
atau sifat. Hal ini juga berkaitan dengan prinsip the law of large numbers.
Seandainya kita ingin mengetahui besarnya kemungkinan kerugian suatu benda,
kita harus memiliki jenis pertanggungan yang serupa sebagai bahan perbandingan
untuk memperkirakan kerugian yang mungkin terjadi tersebut.
Setiap aktivitas tentu melibatkan
beberapa pihak untuk mencapai tujuannya, begitu pula dengan kegiatan
perasuransian dimana terdapat pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Pihak-pihak ini disebut sebagai pelaku asuransi yang terdiri dari :
(a) Nasabah
Yaitu orang/badan yang
mengalihkan/transfer risiko terhadap pihak lain dengan pembayaran berupa premi
kepada perusahaan asuransi.
(b) Perusahaan Perasuransian
Dalam UU No. 2 Tahun 1992 Perusahaan
Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa,
Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, dan Perusahaan
Konsultan Akturia.
(c) Pemerintah
Pemerintah berperan sebagai regulator
(pembuat kebijakan) untuk menciptakan usaha yang sehat dan bertanggung jawab,
yang sekaligus mendorong kegiatan perekonomian pada umumnya.
Dalam melaksanakan
aktivitasnya, perusahaan-perusahaan asuransi ini memegang beberapa prisip yang
disebut dengan prinsip asuransi, yaitu:
(a) Insurable Interest
Insurable interest berarti pelanggan
mempunyai suatu kepentingan yang dapat diasuransikan. Hal ini timbul dari
hubungan finansial yang diakui hukum. Orang dikatakan memiliki insurable
interest atas obyek yang diasuransikan bila orang tersebut menderita kerugian
keuangan seandainya terjadi musibah atas obyek tersebut. Apabila terjadi
musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa orang tersebut tidak
memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka orang tersebut tidak
berhak menerima ganti rugi.
(b) Utmost Good Faith
Ulmost good faith prinsip yang
menyatakan tertanggung, calon pemegang polis, wajib memberi tahu penanggung
secara jelas dan teliti mengenai fakta-fakta terkait barang yang akan
diasuransikan serta tidak mengambil untung dari asuransi. Prinsip ini juga
berlaku bagi perusahaan asuransi, yaitu kewajiban menjelaskan risiko yang
dijamin maupun yang dikecualikan secara jelas dan teliti.
(c) Indemnity
Indemnity merujuk pada klaim yang
dibayarkan perusahaan asuransi kepada pihak tertanggung. Dimana perusahaan
asuransi harus mengembalikan posisi keuangan klien ke posisi sesaat sebelum
terjadi kerugian. Namun demikian, tertanggung tidak berhak memperoleh ganti
rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita. Dengan kata lain asuransi
berprinsip ganti rugi, bukan ganti untung.
(d) Subrogation
Subrogation adalah pengalihan hak
tuntut tertanggung kepada pihak ketiga apabila penanggung telah membayarkan
sejumlah ganti rugi sejumlah kerugian yang diderita. Prinsip ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya ganti rugi dobel dan mencegah tertanggung menarik
keuntungan dari kerusakan/kehilangan harta bendanya.
(e) Contribution
Contribution adalah hak penanggung
meminta penanggung lain untuk berbagi kewajiban membayar ganti rugi. Prinsip
ini biasanya berlaku antar perusahaan asuransi yang saling berbagi resiko untuk
mengantisipasi kemungkinan klaim untuk objek yang bernilai besar.
(f) Proximate Cause
Dalam praktek asuransi, kadang-kadang
sangat sulit menetapkan suatu peristiwa yang dianggap sebagai penyebab yang
paling dominan atau paling efisien menimbulkan kerugian. Dimana sering terjadi
peristiwa yang bukan merupakan peristiwa tunggal (single perils), tetapi
merupakan rangkaian peristiwa yang saling berkaitan sehingga sering terjadi
kontroversi dan perdebatan dalam menetapkan kejadian utama penyebab kerugian.
Prinsip proximate cause dapat menjadi solusi untuk masalah ini.
MANFAAT ASURANSI BAGI PEREKONOMIAN
Pembangunan ekonomi memerlukan dukungan
investasi dalam jumlah yang memadai, sehingga diperlukan usaha yang
sungguh-sungguh untuk mengerahkan dana investasi, khususnya yang bersumber dari
tabungan masyarakat. Sektor asuransi merupakan salah satu sektor yang dijadikan
sarana pengumpulan dana dari masyarakat. Pengumpulan dana ini dilakukan melalui
upaya perusahaan asuransi untuk mengumpulkan dana dalam bentuk pendapatan
premi.
Pendapatan premi memegang peranan yang sangat penting dalam usaha
asuransi. Pendapatan premi diperoleh perusahaan asuransi (penanggung) dari
nasabah (tertanggung) karena sudah bersedia untuk mengambil alih risiko yang
mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Dana yang terkumpul dari para nasabah
memungkinkan perusahaan asuransi untuk melakukan investasi, baik investasi
terhadap jasa asuransi sendiri maupun untuk investasi dalam bentuk lain di luar
jasa asuransi. Investasi dalam jasa asuransi dilakukan dengan cara mengeluarkan
berbagai macam produk asuransi. Setiap produk tersebut diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap laba perusahaan asuransi.
Secara umum manfaat
asuransi bagi perekonomian dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Transfer Risiko (Risk Transfer)
Penyedia asuransi menyediakan keamanan
bagi individu dan perusahaan, serta memungkinkan mereka untuk mengambil
aktivitas berisiko. Memiliki Asuransi berarti bahwa individu-individu dan
bisnis-bisnis tidak perlu menjaga cadangan kas yang berlebihan untuk menjaga
diri mereka terhadap risiko. Asuransi membebaskan mereka untuk mengeluarkan
biaya dan berinvestasi. Hal ini secara tidak langsung meningkatkan iklim
berinvestasi yang pada akhirnya memberi dampak positif bagi perekonomian secara
keseluruhan.
(2) Penilaian Berbasis Risiko (Risk
Based Pricing)
Asuransi membantu untuk mengarahkan
investasi dan mendorong peningkatan bisnis, dengan menunjukkan biaya-biaya riil
dari resiko terhadap perusahaan individu dan industri-industri. Perusahaan
asuransi menentukan tingkat premi yang merefleksikan kemungkinan kerugian, yang
dihitung dengan melakukan perhitungan langsung berdasarkan pengumpulan
risiko-risiko yang serupa atau dengan menghubungkan premi terhadap pengalaman
klaim yang pernah terjadi sebelumnya. Jika premi merefleksikan risiko yang
dihadapi perusahaan dengan benar, maka ada insentif untuk mengurangi risiko
karena hal ini akan mengurangi hutang premi. Ketika harga asuransi meningkat,
individu maupun perusahaan menghadapi insentif yang besar untuk memperbaiki
perilakunya. Hal ini akhirnya juga memberi dampak yang menguntungkan pada
perekonomian secara keseluruhan.
(3) Fungsi Investasi (Investation
Function)
Perusahaan asuransi membangun aset
setelah menerima premi yang dibayar di muka. Dengan berinvestasi secara
produktif, pihak asuransi dapat menghasilkan tingkat penghasilan yang
memungkinkan mereka memberikan tingkat premi yang lebih rendah. Pihak asuransi
bahkan dapat meningkatkan efisiensi dalam sistem keuangan dengan menjadi pihak
penghubung keuangan, dimana mereka mengurangi biaya transaksi yang
mempertemukan penyimpan dan peminjam. Pihak asuransi juga menghasilkan
likuiditas dengan menggunakan pendapatan premi untuk menyediakan modal jangka
panjang.
Pihak asuransi juga memfasilitasi skala ekonomi dalam investasi, yaitu
dengan mengumpulkan jumlah dana yang besar dari ribuan pemegang polis yang
dapat digunakan untuk kebutuhan pembiayaan dari proyek-proyek besar, sehingga
mendorong efisiensi perekonomian serta membuat hidup menjadi lebih fleksibel
dan tidak tergantung pada pendanaan dari pemerintah.
KESADARAN MASYARAKAT AKAN PENTINGNYA
ASURANSI
Banyak sekali manfaat yang dapat
dirasakan dari asuransi. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata
kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko yang mendasar seperti risiko
kematian, atau dalam menghadapi risiko atas harta benda yang dimiliki. Demikian
pula dunia usaha dalam menjalankan kegiatannya menghadapi berbagai risiko yang
mungkin dapat mengganggu kesinambungan usahanya. Asuransi sebagai badan yang
menerima risiko, telah terbukti ampuh dalam melindungi aset-aset paling
berharga dari tiap individu maupun badan usaha. Namun kesadaran masyarakat
Indonesia untuk memanfaatkan asuransi masih sangat rendah.
Banyak faktor
penyebab terjadinya kondisi demikian, antara lain adalah:
1. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
(Pendapatan yang Rendah)
Ditengah kondisi masyarakat yang
tingkat pendapatannya masih rendah, boleh jadi asuransi belum merupakan sebuah
kebutuhan, apalagi dianggap sebagai gaya hidup (life style). Masih banyak kebutuhan
lain yang lebih mendesak ketimbang menyisihkan sebagian penghasilan untuk
keperluan proteksi diri dan harta bendanya. Apalagi, jika mengharapkan
masyarakat memandang asuransi sebagai instrumen investasi, mungkin masih
terlalu jauh.
Banyak masyarakat yang tidak satu pun
memiliki polis asuransi, kendati untuk yang vital sekalipun, asuransi kesehatan
misalnya, lalu asuransi untuk hari tua/dana pensiun. Alasan mereka karena
penghasilan yang tak memadai. Di tengah masyarakat, mungkin tidak jarang kita mendengar
ucapan bahwa jangankan berasuransi, menabung sebagian kecil saja penghasilan
untuk kebutuhan mendadak masih sulit bagi sebagian besar masyarakat. Sehingga
menyisihkan sebagian pengeluaran untuk premi yang identik dengan menabung tidak
mampu dianggarkan.
Demikian pula dalam hal perlindungan
harta benda, kesadaran masyarakat untuk melindungi harta bendanya dengan
asuransi masih dianggap sebagai tindakan buang-buang uang. Membayar premi
setiap tahun secara teratur, sedangkan manfaat yang diperoleh sering dirasakan
tidak sebanding.
2. Faktor Budaya
Selain pendapatan yang rendah dari
sebagian besar masyarakat kita, faktor budaya juga mempengaruhi sikap
masyarakat untuk berasuransi. Asuransi untuk hari tua misalnya, belum dinilai
perlu untuk memilikinya. Padahal jika ada umur panjang, seseorang pasti akan
menjalani hari tua.
Orang tua kita umumnya masih menyandarkan harapannya
terhadap anak-anaknya. Anak seolah-olah dianggap sebagai “asset” sehingga
kemandirian hidup hingga usia senja kurang dipersiapkan. Jika saja orang tua
mampu membayangkan bahwa dirinya kelak menjadi tua dan anaknya tak bisa
merawatnya karena kesibukannya atau perekonomian keluarganya kurang mampu,
tentu ketika masih muda orang tua ini akan terpacu dengan berbagai cara untuk
berasuransi. Memang, kewajiban anak untuk tetap berbakti kepada orang tua, tapi
orang tua pun harus berpikir bahwa anaknya telah memiliki kehidupannya sendiri.
Selain itu juga, perikehidupan yang
baik dalam masyarakat kita seperti gotong-royong, saling menolong kadang
mempengaruhi ketidakmandirian seseorang. Sehingga mempengaruhi etos kerja
seseorang. Banyak yang berpikir bahwa masa depan urusan nanti, yang terpenting
adalah memenuhi kebutuhan sekarang. Hal ini pun bisa mempengaruhi kesadaran
masyarakat akan pentingnya berasuransi.
3. Sosialisasi Tentang Asuransi
Kapasitas dunia usaha asuransi yang
masih tergolong rendah sehingga upaya melakukan edukasi kepada publik masih
terbatas. Padahal, edukasi itulah yang sangat penting untuk meningkatkan
kesadaran, paling tidak pemahaman masyarakat akan pentingnya berasuransi. Tidak
mengherankan jika pengetahuan masyarakat tentang asuransi masih sangat minim.
4. Infrastruktur Perasuransian
Masyarakat yang tercatat sebagai
penabung, deposan, dan giran di perbankan sudah cukup memadai. Meskipun itu
belum dapat dijadikan ukuran tingkat keterjangkauan bank terhadap masyarakat.
Namun, secara kasat mata dapat dilihat bahwa penetrasi pasar perbankan semakin
meluas, hingga menjangkau masyarakat pelosok desa. Kantor-kantor cabang
perbankan sudah masuk sampai wilayah kecamatan.
Sedangkan asuransi, baru
menjangkau ibu kota provinsi. Kalaupun ada yang telah menembus pasar di
tingkat ibu kota kabupaten, itu pun masih bisa dihitung dengan jari. Artinya,
infrastruktur perasuransian memang jauh tertinggal, kalah dibandingkan
perbankan. Tidak mengherankan jika asuransi masih menjadi sesuatu yang baru
bagi sebagian masyarakat.
MEMBANGUN KESADARAN MASYARAKAT
BERASURANSI
Kesadaran berasuransi berangkat dari
pengalaman manusia bahwa banyak hal yang tidak diinginkan kelak dapat mengubah
arah kehidupan seseorang. Namun tidak semua orang berpikir demikian, buktinya
penetrasi industri asuransi dalam perekonomian nasional masih sangat rendah.
Hal ini sangat ironis, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang begitu besarnya
mencapai 240 juta jiwa.
Inilah pekerjaan rumah seluruh komponen industri
asuransi yaitu membangun kesadaran masyarakat berasuransi untuk menyiapkan masa
depannya yang lebih baik, meyediakan perlindungan diri dan aset-asetnya di
tengah ketidakmampuan pemerintah menyediakan jaminan social yang memadai.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk
membangun kesadaran masyarakat untuk berasuransi. Hal-hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Untuk memajukan industri asuransi perlu
serangkaian kebijakan/regulasi yang kuat dari pemerintah. Hal satu ini harus diakui
memang masih lemah, terutama dalam hal perlindungan bagi nasabah. Perlindungan
bagi pemegang polis/nasabah harus kuat, karena merekalah pemilik dana yang
dikelola penyelenggara asuransi.
Mereka pulalah yang akan mengambil manfaat
dikemudian hari. Selain itu, Kebijakan pada industri asuransi juga ditekankan
pada peningkatan kualitas manajemen perusahaan. Upaya untuk meningkatkan
integritas dan kualitas dari direksi dan komisaris perusahaan asuransi, salah
satunya, dilakukan dengan menyempurnakan peraturan mengenai penilaian kemampuan
dan kepatutan, termasuk di dalamnya, pelaksanaan fit and proper test.
Berbeda dengan perbankan, di mana
masyarakat datang ke bank untuk bertransaksi, pelaku industri asuransilah yang
harus lebih banyak menjemput bola atau dengan kata lain proaktif. Masih sedikit
masyarakat yang memiliki kesadaran datang ke perusahaan asuransi. Tapi suatu
saat nanti setelah kesadaran masyarakat akan pentingnya berasuransi sudah
tinggi, masyarakat sendiri yang datang ke perusahaan asuransi. Saat ini paling
efektif pelaku industri yang menjemput bola, bahkan harus “merayu” masyarakat
agar bersedia menjadi peserta asuransi.
Informasi tentang manfaat asuransi dan
bagaimana berarusansi belum banyak diketahui masyarakat. Selama ini, kita
nyaris tidak pernah melihat acara mengenai asuransi yang digelar bagi umum,
misalnya lewat pameran atau diskusi.
Padahal cara ini selalu dilakukan para
pengembang setiap tahun. Bank yang saat ini sudah memasyarakat, antara lain,
juga berkembang berkat forum yang digelar. Sehingga diperlukan edukasi dan
sosialisasi yang kontinu dan sistematik, dengan harapan jumlah pemegang polis
akan meningkat signifikan. Bentuk sosialisasi lain yang cukup efektif adalah
lewat pendidikan formal, ada baiknya jika pendidikan asuransi diperkenalkan
kepada siswa sejak sekolah dasar.
Kalangan pelaku asuransi harus pula
berbenah. Agen yang berada di garda paling depan industri asuransi juga tak
kalah penting dan mendesak pembenahannya. Mulai dari sistem perekrutan,
pendidikan dan latihan, serta kepiawaian menyampaikan informasi asuransi, dan
menjelaskan produk-produknya kepada masyarakat secara jelas, jujur, dan
transparan. Para agen perlu lebih agresif dan berpengetahuan. Sudah saatnya
para agen memiliki pengetahuan sebagai perencana keuangan yang menawarkan
solusi total kepada nasabah. Selain itu, pelayanan terhadap klaim dari nasabah
juga harus dilakukan secara professional.
betapapun bagusnya sosialisasi
tentang asuransi, semuanya tidak akan ada gunanya jika para pemegang polis
kecewa terhadap pelayanan dan klaim yang dipersulit. Saat merayu nasabah para
agen begitu manis, tapi ketika pemegang polis mengajukan klaim, berbagai alasan
penolakan dilontarkan, sehingga semakain memperburuk citra asuransi. Apabila
pelayanan terhadap klaim yang dilakukan nasabah dilakukan secara professional
dan tidak dipersulit, niscaya nasabah tersebut dengan senang hati akan
merekomendasikan perusahaan yang bersangkutan kepada rekannya yang mencari
asuransi.
Strategi pemasaran merupakan salah satu
senjata bagi perusahaan untuk menghadapi persaingan pasar. Pada dasarnya
strategi pemasaran adalah mencari kecocokan antara kemampuan internal
perusahaan dengan peluang eksternal yang ada di pasar.
Mencari kecocokan ini
merupakan tanggung jawab dari bagian pemasaran untuk menerapkan strategi
pemasaran yang sesuai dengan produk yang dihasilkan dan sesuai dengan dengan
segmen pasar yang ingin dituju oleh produk yang diluncurkan. Pemasaran produk
asuransi dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan bank (bancassurance), sehingga
asuransi dapat meluaskan jangkauannya di tengah-tengah masyarakat, sampai desa
sekalipun.
Dengan demikian asuransi akan semakin dikenal dan kesadaran
masyarakat untuk berasuransi diharapkan juga akan meningkat.
Namun dibalik itu semua, memilih untuk
berasuransi atau tidak adalah suatu pilihan. Kita mungkin tidak akan merasakan
dampaknya sekarang, mungkin setahun, dua tahun, lima bahkan sepuluh tahun
kemudian kita baru menyadarinya. Bahkan mungkin pula, tanpa perlindungan,
kehidupan kita akan tetap aman-aman saja. Semua bisa terjadi, tidak ada seorang
pun yang tahu apakah risiko akan menjadi kenyataan atau tidak.
Tetapi
bagaimanapun, masa depan yang kita cita-citakan harus mulai dibangun dari detik
ini juga. Dan berbicara masa depan, sangat erat kaitannya dengan kemampuan kita
untuk mengelola resiko hari ini, esok, dan seterusnya.
PENUTUP
Membangun
kesadaran masyarakat untuk berasuransi memang menuntut kebersamaan seluruh
komponen industri asuransi dan regulator. Tanpa semua itu, hanyalah sebuah
kesia-siaan. Diharapkan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
berasuransi, maka kemandirian dan kesejahteraan masyarakat juga